Teknik Pengolahan Kornet

Definisi Kornet

Kata corned berasal dari bahasa Inggris yang berarti di awetkan dengan garam. Dari kata tersebut lahirlah istilah corned beef yaitu daging sapi yang di-awetkan dengan penambahan garam dan dikemas dengan kaleng. Dalam bahasa Indonesia, kata corned beef diadopsi menjadi daging kornet. Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging sapi yang banyak digunakan dalam resep masakan Indonesia. Kornet merupakan produk olahan daging sapi dengan teknologi kuring yang dimasak secara steaming dengan suhu 80o . Tujuan pembuatan daging kornet adalah untuk memperoleh produk daging yang berwarna merah, meningkatkan daya awet dan daya terima produk, serta menambah keragaman produk olahan daging.Dengan diproses menjadi kornet, masalah penyimpanan daging sapi segar dapat diatasi. Kornet kalengan dapat disimpan pada suhu kamar dengan masa simpan sekitar dua tahun.
Proses Pengolahan
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah
Ø  Chopper untuk menggiling daging, sehingga dihasilkan daging cincang
gambar chopper
Ø  Mixer untuk mencampur adonan, sehingga menjadi homogen
Ø  Alat pengukus untuk memasak adonan daging
Ø  Exhauster untuk menyedot dan menghampakan udara di dalam kaleng
gambar exhauster
Ø  Mesin penutup kaleng untuk menutup kaleng secara hermetis (kedap udara)
Ø  Retort untuk memanaskan kaleng dan isinya, sehingga tercipta kondisi yang steril
gambar retort


Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling.Bahan tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak, gula, dan bumbu. Adapun Diagram alir pembuatan kornet atau corned beef dapat dilihat sebagai berikut :

Penjelasan Proses Pembuatan Kornet

a.    Pembersihan Bahan Baku (Daging Sapi), Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air bersih yang mengalir, guna menghilangkan kotoran yang menempel pada bahan. Selain itu menghilangkan bagian-bagian yang tidak bisa dimakan.

b.    Chopping
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama penggilingan, suhu dapat dipertahankan tetap di bawah 16°C. Hal tersebut dilakukan dengan menambahkan es batu atau air dingin. Hasil gilingan berupa daging cincang yang masih kasar.
c.    Curing
Setelah dicincang, daging dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen yang disebut dengan curing. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan pada suhu rendah (10-16°C). curing adalah cara processing daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau sukrosa), serta bumbu-bumbu. Maksud curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa simpan produk daging.
d.    Filling
Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. kemudian ditimbang dengan timbangan kasar. Pengisian dilakukan dengan metode hot filling. Hot filling adalah kombinasi proses pengawetan dengan pemanasan (pasteurisasi) dengan metode lainnya (pengawetan sekunder) untuk memberikan tingkat keamanan produk yang diinginkan. Produk pangan diisikan ke dalam kemasan dalam keadaan panas (hot fiiling), umumnya pada suhu 180°F. Pemanasan yang diberikan tidak membunuh spora dan pada proses pendinginan terbentuk kondisi vakum (anaerobik).. Setelah dilakukan filling, kaleng disusun dalam nampan dan diletakkan ke atas conveyor belt. Lalu dalam perjalanannya menuju ke exhauster box, kaleng-kaleng tersebut ditimbang kembali dengan timbangan digital yang lebih akurat. Beratnya bervariasi tergantung jenis kaleng yang digunakan. Pengisian dilakukan dengan menyisakan sedikit ruang kosong di dalam kaleng, disebut head space. Ukuran head space bervariasi, umumnya kurang dari ¼ tinggi kaleng.
e.    Exhausting
Kaleng yang telah diisi, kemudian divakum  (exhausting) dengan cara melewatkannya melalui ban berjalan ke dalam exhauster box bersuhu 90-95°C selama 15 menit.

f.    Seaming
Setelah keluar dari exhauster box, kaleng dalam keadaan panas langsung ditutup dengan mesin penutup kaleng. Semakin tinggi suhu penutupan ka­leng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan kerusakan
g.    pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang tercecer di permukaan kaleng akibat proses filling. Apabila kotoran tidak dibersihkan, dikhawatirkan mikroba akan dapat tumbuh dan mengkontaminasi produk setelah dibuka, karena proses sterilisasi hanya difokuskan pada produk yang berada dalam kaleng.
h.Sterilisasi
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15 menit. Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15 menit.
. i.Cooling
Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air selama 20-25 menit. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam  retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimadkan  maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak.  


j.     Pemberian label pada kemasan
Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas


REFERENSI
Abrianto W.W, P. 2011. Sejarah Kornet Daging Sapi.  http://duniasapi.com/id/produk-sapi/1503sejarah-kornet-daging-sapi.html. Diakses tanggal 10 Oktober 2015.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Taknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
     Leith, P.1989. The Cook’s Hand Book. Papermack Division, Macmillan Publ. Ltd.,London


Komentar

Postingan Populer